Siaran Pers: Pemerintah dan Pelaku Usaha Jaga Stabilitas Produksi dan Pasar Kopi Indonesia Selama Pandemi COVID-19
Pandemi COVID-19 memberikan beragam dampak pada berbagai sektor, seperti pertanian, usaha mikro, kecil dan menengah dan sebagainya, termasuk mata rantai kopi di Indonesia.
Direktur Eksekutif Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI), Paramita Mentari Kesuma menjelaskan, berdasarkan survey singkat yang dilakukan SCOPI kepada anggota SCOPI, Master Trainers (MT) dan petani kopi dampingan MT di 15 provinsi, para MT dan petani sudah mengetahui apa yang dimaksud pandemi COVID-19. “Bisa dikatakan 90% dari responden sudah mengetahui tentang COVID-19, akan tetapi sebagian besar dari mereka belum memperoleh informasi terkait langkah antisipasi, dukungan atau bantuan dari Pemerintah Pusat maupun Daerah kepada koperasi atau petani kopi,” ungkapnya pada pembukaan Diskusi Kopi (DISKO) Virtual (16/4).
Dalam survey singkat oleh SCOPI juga didapatkan jenis-jenis bantuan yang diharapkan para petani selama pandemi COVID-19. Pelaku UMKM, pelaku dalam supply-chain dan eksportir mengharapkan adanya dukungan Pemerintah berupa bantuan finansial langsung (pendanaan), bantuan langsung tunai (BLT), biaya operasional, insentif pajak, membuka resi gudang yang bisa diakses petani, pelaku di dalam supply-chain dan pegawai UMKM. “Sebagai platform nasional kopi berkelanjutan di Indonesia, SCOPI berharap untuk dapat menjaring aspirasi berbagai pemangku kepentingan dalam menanggapi dampak COVID-19 terhadap sektor perkopian melalui kegiatan DISKO kali ini,” ujar Mentari.
Irvan Helmi, Ketua Dewan Pengurus SCOPI menambahkan dalam pembukaan diskusi “Posisi SCOPI pada masa sekarang ini sangat krusial untuk menangkap aspirasi stakeholders dan mengajak gerakan atau aksi yang bersifat kolaborasi agar mitigasi dampak negatif terutama untuk petani,” ujarnya.
Diskusi dengan topik “Antisipasi Dampak Pandemi Covid-19 Terhadap Sektor Kopi di Indonesia” ini menghadirkan 3 pembicara yakni M. Riza Damanik, Staf Khusus Menteri Koperasi dan UKM, Ir. Hendratmojo Bagus Hudoro, MSc, Kasubdit Tanaman Penyegar, Direktorat Tanaman Tahunan dan Penyegar, Ditjen Perkebunan, Kementerian Pertanian RI serta Wildan Mustofa, Pemilik CV. Frinsa, selaku perwakilan dari pengusaha kopi dan Anggota SCOPI.
M. Riza Damanik mengatakan pemerintah melalui berbagai Kementerian dan Lembaga terus memperkuat skema dan program untuk membantu pelaku usaha mikro, kecil dan menengah serta koperasi, termasuk komunitas kopi mengantisipasi dampak pandemi Covid-19. “Selain anggaran untuk penanganan kesehatan, jaring pengaman sosial dan penyelamatan UMKM telah menjadi prioritas pemerintah. Antara lain, melalui relaksasi kredit usaha dan simulus pinjaman bagi UMKM dan koperasi, pembebasan pajak UMKM, Kartu Pra Kerja, Kartu Sembako, Bantuan Tunai, dan Stimulus Daya Beli Produk UMKM, termasuk pelibatan UMKM dalam pembuatan masker non medic,” ujar Riza.
Langkah sejalan juga dilakukan Kementerian Pertanian RI. Ir. Hendratmojo Bagus Hudoro, MSc menyatakan pihaknya mengeluarkan berbagai kebijakan seperti keringanan kredit usaha serta
menyiapkan pasar ekspor alternatif. “Tahun ini, Kredit Usaha Rakyat (KUR) pertanian disiapkan dengan bunga rendah yakni 6% per tahun dan tanpa agunan untuk pinjaman maksimal Rp. 50.000.000. Di tahun 2020 Ditjen Perkebunan ditarget realisasi KUR sebesar Rp. 20,37 Triliun dengan rincian di hulu Rp. 19,76 triliun dan di hilir Rp. 0,6 triliun. Untuk komoditas yang besar di ekspor seperti kopi, kami mengkaji alternatif pasar ke negara-negara seperti Jerman, Perancis, Amerika Serikat, Argentina, Jepang, Korea Selatan dan Afrika Selatan,” ujar beliau.
Upaya menjaga stabilitas di sektor kopi juga diterapkan petani dan pengusaha kopi. Wildan Mustofa, pemilik CV. Frinsa yang juga mendampingi petani kopi di Kecamatan Pangalengan, Provinsi Jawa Barat, menyatakan para pengusaha kecil dan menengah telah melakukan adaptasi pada proses proses penjualan kopi, seperti melakukan penjualan secara online dan memberikan diskon produk “Para pemilik café skala kecil dan mengengah mengadopsi beberapa taktik penjualan seperti menjadi mitra di market place, memberikan diskon produk serta layanan antar. Tapi tidak bisa dipungkiri omset penjualan menurun drastis, bisa sampai 90%.”
Wildan menyatakan para pengusaha kopi akan tetap membeli hasil panen kopi ke petani tapi dengan skala yang mungkin lebih kecil. “Oleh karenanya kami butuh dukungan Pemerintah untuk juga membeli atau menampung hasil panen petani agar harga pasaran kopi tidak turun drastis. Periode panen kopi sudah dimulai di beberapa lokasi seperti Aceh dan puncaknya di bulan Mei hingga September 2020 nanti.”
SCOPI sebagai wadah bagi berbagai pemangku kepentingan yang peduli terhadap kopi berkelanjutan akan memfasilitasi pelaksanaan langkah konkrit untuk menjaga stabilitas produksi dan pasar kopi di Indonesia. Para Anggota SCOPI yang merupakan pelaku UMKM, roaster, eksportir, pendamping petani, LSM dan pengelola koperasi kopi, dalam survey yang kami lakukan menyatakan akan tetap melakukan pembelian kopi dan menjual nya secara online. Pendampingan dan sosialisasi kepada petani juga akan dilakukan secara online. “SCOPI akan merumuskan kelanjutan aksi setelah diskusi ini. Nantikan DISKO dan program selanjutnya yang kami harapkan bisa menjadi sebagian solusi untuk ikut berkontribusi mengurangi dampak negatif pandemi COVID-19 terhadap mata rantai sektor perkopian di Indonesia,” pungkas Mentari.
— selesai —
Informasi lebih lanjut, hubungi:
Swiny Adestika
Communications Manager
Email: [email protected]
Mobile: +6282114673900
Tentang SCOPI
Sustainable Coffee Platform of Indonesia (SCOPI) adalah organisasi nirlaba yang berbadan hukum dalam bentuk perkumpulan untuk multi stakeholder yang peduli terhadap pengembangan dan keberlanjutan kopi di Indonesia. SCOPI bertujuan mengembangkan sekaligus menyediakan praktik pembelajaran bersama dalam pengembangan komoditas kopi di Indonesia mulai dari praktik budidaya, pascapanen, penguatan organisasi petani, akses pasar, akses keuangan, indikasi geografis, sampai dengan peningkatan Kemitraan Pemerintah dan Swasta (Public Private Partnership/PPP) dengan tujuan meningkatkan peluang ekonomi bagi petani, ketahanan pangan, dan kelestarian lingkungan.