LOKAKARYA WANATANI DAN TUMPANGSARI

Jakarta (Indonesia), 26 April 2019 – SCOPI sekretariat menyelenggarakan lokakarya sebagai bagian dari rangkaian rapat kerja anggota (Members Working Meeting). Lokakarya ini harapkan menjadi sarana untuk menjalankan peran SCOPI sebagai convener dan untuk mendorong peran aktif anggota, mitra, dan berbagai pemangku kepentingan untuk berkontribusi mengenai hubungan antara kopi berkelanjutan dengan deforestasi.

Dihadiri oleh 22 peserta yang terdiri dari anggota, mitra, dan pemangku kepentingan, lokakarya ini menyambut baik kehadiran para narasumber, diantaranya Bpk. Ayi Sutedja (Gunung Puntang Cooperarative), Bpk. Irwan Gunawan (WWF Indonesia), Bpk. Daniel Budi Cahyono (Perum Perhutani), Ibu Retno Hulupi (Peneliti), dengan moderator: Bpk. Fitrian Ardiansyah (Inisiatif Dagang Indonesia), dan notulen: Ibu Leony Aurora (Dewan Penasehat SCOPI).

Bpk. Daniel Budi Cahyono memaparkan apa itu deforestasi dan bagaimana WWF menciptakan pilihan dan menawarkan solusi. Provinsi Lampung telah menjalankan program WWF sejak tahun 2007 dimana bantuan diberikan kepada 2,000 petani dan hanya 20% yang mampu memperoleh sertifikasi.

Sasaran utama lokakarya wanatani dan tumpangsari adalah membahas isu yang berhubungan dengan asumsi bahwa koi dan hutan dapat berjalan beriringan dengan catatan praktek kopi hutan dilakukan dengan perencanaan yang tepat, dan dengan pertimbangan menyeluruh yang menitikberatkan ke arah perlindungan keanekaragaman hayati. Perwakilan WWF memaparkan beberapa temuan bahwa kopi adalah pendukung utama deforestasi yang tidak hanya menghilangkan sejumlah besar tutupan hutan tetapi juga meningkatkan peluang penebangan liar, perburuan liar dan konflik manusia dan satwa.

Dalam penerapannya upaya untuk merelokasi petani sulit dilakukan. SCOPI mengharapkan sesi ini menjadi forum diskusi positif dan mendorong kerjasama berbagai pihak untuk menghindari lebih banyak kerusakan sambil mempertahankan dan meningkatkan fungsi keanekaragaman hayati di tempat-tempat yang tidak lagi dapat disebut sebagai hutan alami.

Dua hal mendasar yang menjadi persoalan utama dibahas dalam sesi Agroforestri dan Tumpangsari:

  • Bagaimana menghindari pelanggaran lebih lanjut di area taman nasional atau hutan lindung
  • Bagaimana menjaga hutan yang ditanami

Di sesi ini perwakilan dari PERUM Perhutani membagikan kisah sukses dan saran mereka tentang wanatani bahwa beberapa praktek kopi dalam hutan belum secara tepat menerapkan praktik agro yang seimbang dan baik. PERUM Perhutani sedang berjuang memulihkan fungsi hutan dan salah satu pilihan solusi terbaik adalah pendekatan rantai nilai pasar yang kuat dimana permintaan akan sumber yang berkelanjutan ditingkatkan sehingga menjadi faktor penggerak berkurangnya praktek yang buruk.

Salah seorang pakar budidaya kopi, Ibu Retno Hulupi menyampaikan pendapatnya beberapa faktor yang dapat berperan meningkatkan produktivitas tanpa petani perlu melakukan ekspansi atau penggundulan hutan untuk menghasilkan lebih banyak biji kopi. Faktor-faktor ini dapat termasuk menanam dan atau meneliti varietas kopi terbaik dengan kinerja hasil tinggi dan tahan iklim, faktor yang lain misalnya praktek panen, pemrosesan, dan penyimpanan. Terakhir dan tidak kalah pentingnya, tumpangsari dengan tanaman komersial lainnya terbukti bermanfaat dan dapat memperkuat keamanan pendapatan petani. Beliau menekankan kebutuhan untuk berinvestasi tentang praktek tumpangsari yang dapat disesuaikan dengan konteks lokal mereka.

Akan sangat bermanfaat apabila kita dapat memberdayakan kelompok-kelompok petani yang bertanggung jawab, dengan insentif yang tepat untuk mempertahankan keanekaragaman hayati di lahan pertanian yang diizinkan. Namun, bagaimana model wanatani yang paling logis dan bermanfaat yang terbukti berkelanjutan dalam jangka panjang, seperti apa konteksnya? Siapa pemangku kepentingan yang memiliki tanggung jawab untuk mengendalikan, memberikan izin, mengatur, memantau, dan mengimplementasikan? Siapa yang bertanggung jawab untuk mengetahui, untuk mendekati dan untuk memulai kolaborasi multi-pihak?

Lokakarya Wanatani dan Tumpangsari memberikan usulan/rencana aksi sebagai berikut:

  • Diperlukan kajian/studi tentang hubungan antara deforestasi dengan kopi guna mencari tahu apakah betul kopi merupakan faktor penyebab deforestasi
  • Mengembangkan model Agroforestri sebagai jawaban dari masalah deforestasi dengan mempertimbangkan beberapa aspek:
    1. Aspek teknis seperti rorak dan lain sebagainya
    2. Aspek legalitas lahan yang berhubungan dengan regulasi, fungsi hutan, dll
    3. Aspek bisnis tentang bagaimana SCOPI dan pemangku kepentingan di sektor kopi melakukan intervensi ke daerah penghasil kopi utamanya yang berada di dekat atau di dalam kawasan hutan.

SCOPI diharapkan dapat memainkan peranan penting dalam membangun forum tersebut atau mengumpulkan para pelaku yang memiliki tujuan yang sama yaitu memadukan kopi dan berkelanjutan.

 

Paparan:

Ibu Retno Hulupi_Budidaya Tanaman Kopi Sistem Tumpangsari atau Wanatani

Bpk. Irwan Gunawan_Coffee Forest Conservation Better Coffee Project di Bukit Barisan Selatan

 

Bpk. Daniel Budi Cahyono_Strategi Pengelolaan Tanaman Kopi Dalam Kawasan Hutan

Share this Post